MENUMBUHKAN BUDAYA LITERASI DENGAN GERAKAN 15 M
MENUMBUHKAN
BUDAYA LITERASI DENGAN GERAKAN 15 M
Oleh :
Timbul Amar Hotib, S.Pd
Guru
Kelas SD Negeri 114340 Pekan Tolan, Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten
Labuhanbatu Selatan Provinsi Sumatera Utara
A. Pengantar
Salah satu
indikator majunya suatu bangsa ditandai dengan tingkat kemampuan literasi pada
bangsa tersebut. Literasi tersebut sangat mempengaruhi peradaban bangsa itu
sendiri. Jika bangsa ingin maju maka penumbuhan budaya literasi sangat
dibutuhkan peran yang serius dari semua pihak yang terlibat.
Akhir-akhir
ini kata literasi semakin sering kita dengar, bahkan pemerintah sudah
mencanangkan program yang bernama “GLS”. Gerakan Literasi tersebut bertujuan
untuk pemberdayaan sekolah yang merupakan ujung tombak pelaksanaan literasi itu
sehingga warga indonesia umumnya dan khususnya warga sekolah menjadi warga
pembelajar dalam kehidupan ini.
Membaca dan
menulis merupakan kegiatan komunikasi yang sulit dipisahkan seperti sisi mata
uang yang akan bernilai jika saling melengkapi. Begitu juga dengan menulis akan
lebih mudah setelah banyak membaca. Oleh karena itu membaca merupakan kemampuan
awal untuk menulis.
Suatu
kenyataan yang terjadi pada saat sekarang ini bahwa pelaksanaan literasi itu
pada kalangan siswa SD Negeri Pekan Tolan belum membudaya. Hal ini terbukti
dengan siswa lebih sering main-main pada saat guru mengarahkan siswa untuk
membaca di kelas dan di perpustakaan, selain itu pada pagi hari siswa yang
sudah sampai di sekolah sebelum lonceng berbunyi ternyata sangat sedikit siswa
yang mau membaca dan menulis. Begitu juga pada saat istirahat sekolah, waktu
istirahat itu dihabiskan untuk bermain-main atau duduk-duduk saja di teras
sekolah.
Apabila
diteliti lebih jauh bahwa ketika siswa berada di rumah, mereka lebih cenderung
menonton televisi daripada literasi. Siswa belum tergerak hatinya untuk literasi,
seperti yang terjadi jika tidak ada Pekerjaan Rumah (PR) maka tidak belajar.
Belajar di rumah itu jika ada PR diberikan guru, apabila tidak ada PR diberikan
guru maka tidak belajar dan buku paketpun tidak dibuka, apalagi masalah menulis
sudah semakin sulit diminati siswa di rumah.
Perpustakaan
sekolah yang ada di sekolah belum dimaksimalkan keberadaannya, sehingga siswa
belum termasuk mencintai budaya membaca atau lebih dikenal masih jauh dari
budaya literasi. Kondisi demikian tidak baik diabaikan dan harus dicari jalan
keluar pemecahannya, supaya kemampuan literasi tertanam pada anak SD sehingga
menjadi pengalaman yang berawal dari pembiasaan. Yang pada gilirannya literasi
ini bukan karena takut sama guru, akan tetapi jika tidak membaca dalam satu
hari satu malam seperti ada pekerjaan yang tertinggal belum dikerjakan, namun
setelah membaca akan mendapat kepuasan dalam diri siswa.
Untuk
mencapai hal tersebut diatas guru membantu siswa membuat Pojok Bacaan atau
sudut bacaan sederhana di ruang kelas VI dengan menyediakan buku-buku cerita
dan buku paket, mengadakan kegiatan yang menarik siswa untuk membaca.
Contoh:menunjukkan dan membacakan sebagian dari cerita dari suatu buku, koran
atau majalah.
Menugaskan
siswa untuk membaca dan meringkas dari buku yang di baca minimal satu buku
setiap bulannya, serta guru menyediakan 1 buah buku yang kosong untuk
masing-masing siswa dan pada beberapa
lembar terdapat gambar yang diharapkan menjadi pengalaman baca tulis siswa.
Oleh karena
itu penulis termotivasi menuliskan artikel ilmiah untuk memberikan pemikiran
dan sumbangsih sederhana pada acara Simposium Tahun 2016 ini yang berjudul, “Menumbuhkan Budaya Literasi dengan Gerakan 15 M”.
B. Masalah
Siswa kelas
VI SD Negeri Pekan Tolan sangat sedikit yang memanfaatkan waktu 15 menit untuk
membaca sebelum pelajaran berlangsung, sebahagian besar siswa bosan membaca
buku paket disebabkan buku paket sudah biasa mereka lihat bahkan siswa yang
membaca buku paket itu seolah terpaksa dibaca karena diawasi guru.
Terbatasnya
buku yang tersedia di kelas dengan mengandalkan buku paket saja berpengaruh
kepada sikap anak siswa terhadap membaca dan menulis. Guru yang tidak
memfasilitasi koleksi buku di kelas, kurang menghargai siswa yang rajin membaca
dan guru tidak sering membacakan cerita kepada siswa serta guru tidak sering
memberikan tantangan membaca seperti melanjutkan cerita yang terpotong
berdasarkan gambar membuat siswa kurang termotivasi untuk membaca.
Sekolah kurang sungguh-sungguh
menyusun program pengembangan minat kegemaran literasi padahal melalui Rencana
Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS) seharusnya dianggarkan untuk
membeli buku-buku cerita dan menyediakan hadiah atau penghargaan untuk berbagai
lomba yang berkaitan dengan minat literasi seperti lomba Calistung yaitu lomba
membaca, menulis dan berhitung.
Siswa tidak menemukan ruangan yang
seperti taman di kelasnya, dalam hal ini kelas belum menjadi sebuah taman bacaan,
karena belum tersedia pojok bacaan atau pojok bacaan sederhana sehingga mereka
kurang termotivasi membaca, apalagi menulis sudah tentu lebih sulit lagi bagi
siswa.
Guru belum terencana menugaskan
siswa untuk melaksanakan kunjungan ke perpustakaan sekolah, masih sebatas asal-asalan
yaitu jika guru berhalangan hadir, maka siswa disuruh membaca di perpustakaan
dan tidak ada tindak lanjut misalnya menuliskan pada buku tulis garis-garis besar yang dibaca tersebut.
Sesungguhnya menjadi pengaruh yang buruk menambah sulitnya menanamkan kecintaan
siswa untuk menjadi pengalaman yang menyenangkan dengan literasi di sekolah.
Yang selama ini terabaikan bahwa
sikap dan minat siswa dipengaruhi secara signifikan oleh fasilitas yang ada dan
konsep diri siswa. Siswa yang mengangap dirinya tergolong lambat kemampuan
mengingat pelajaran akan mempunyai sikap negatif terhadap belajar membaca.
Mereka punya persepsi sendiri terhadap tugas membaca bukanlah tugas yang
menyenangkan karena mereka kurang merasakan manfaat dari yang menyelesaikan
tugas membaca tersebut.
Suatu kenyataan akhir-akhir ini
seolah-olah untuk kelas tinggi jenjang SD tidak begitu penting literasi, karena
siswa sudah pandai literasi. Hal ini sangat jelas pemahaman yang keliru,
justeru dengan pandainya siswa literasi dijadikan modal awal untuk menanamkan
kecintaan terhadap literasi baik di sekolah maupun di rumah.
Belum tersedia majalah dinding untuk
semua kelas, dari 8 rombel kelas yang ada di SD Negeri Pekan Tolan, hanya 1
majalah dinding terletak dekat kantor sekolah. Berisikan pengumuman dari kepala
sekolah, yang sudah tentu tidak ada satupun hasil tulisan siswa yang terpampang
pada majalah dinding tersebut.
Saat ini bisa dilihat di
masyarakat kita bahwa yang punya android lebih sering mengakses hiburan semata.
Orang tua siswa belum terlalu jauh memanfaatkan android sebagai alat untuk
pemenuhan informasi tentang menyelesaikan tugas anaknya. Bahkan siswa sendiri
lebih sering bermain game pada android orang tuanya. Orang tua masih kurang
peduli terhadap belajar anaknya. Apalagi pekerjaan orang tua dari anak-anak di
sekolah kami secara umum lebih banyak yang bekerja sebagai buruh di kebun
Kelapa sawit.
Berdasarkan uraian masalah tersebut di
atas maka rumusan masalah artikel ilmiah ini adalah apakah dengan Gerakan 15 M dapat
meningkatkan budaya literasi anak-anak di SD Negeri Pekan Tolan?.
C. Pembahasan dan Solusi
1. Pembahasan
a. Budaya
Budaya
sebagaimana dalam Modul Konsep Dasar IPS dengan Tim Penyusun Tim Dosen Unimed,
(2009: 85) berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “buddhayah” dengan arti akal dan
budi. Menurut penulis bahwa budaya ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan
pikiran dan sifat yang baik dari manusia. Sedangkan menurut Poerwadarminta
W.J.S. dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diolah kembali oleh Pusat Bahasa
Depdiknas Edisi Ketiga (2007: 180) budaya, “Pikiran;akal budi”.
Dari kutipan
tersebut di atas, maka budaya itu berarti semua bentuk usaha manusia dengan
menggunakan pikirannya untuk melanjutkan kehidupan ini menuju ke arah yang
lebih baik.
Budaya itu
kemampuan berpikir, belajar dan menghasilkan sesuatu perbuatan yang menjadi
kebiasaan dilakukan. Sesuatu perbuatan dilakukan dengan berulang-ulang akan
menjadi kebiasaan. Kebiasaan tersebut lama-lama kelamaan akan menjadi budaya
yang dapat dicontoh untuk diterapkan oleh manusia yang hidup sekarang ini
maupun diwariskan budaya itu dilanjutkan oleh generasi berikutnya.
Untuk lebih
jelasnya budaya dapat mengarahkan kegiatan yang bersifat positif maupun negatif
dilakukan dengan terus menerus (sulit ditinggalkan) dengan perencanaan yang
baik dan terjadi di mana saja, budaya yang positif sering membaca untuk menambah pengetahuan dan informasi.
Mengingat
pengetahuan, kemampuan dan kebutuhan manusia terus berkembang bahkan ada
kecenderungan makin meningkat, maka budaya pun kena imbasnya. Apalagi zaman
perkembangan teknologi yang makin pesat menyebabkan budaya makin luntur.
Perubahan budaya disebabkan oleh faktor dari dalam dan dapat pula faktor dari
orang lain. Pengaruh dari luar disebabkan adanya kontak dan komunikasi dengan
masyarakat lain yang berbeda budaya.
b. Literasi
Berdasarkan
kamus tersebut bahwa literasi terdiri dari hasil karya tertulis, oleh karena
itu literasi berkaitan dengan tulis menulis.
Menurut Tarigan
dikemukakan kembali oleh Kasupardi Endang dan Supriatna, (2010:5) bahwa,
“Menulis pada hakikatnya adalah suatu proses yang menggunakan lambang-lambang
(huruf) untuk menyusun, mencatat, dan mengkomunikasikan serta dapat menampung
aspirasi yang dapat menghibur, memberi informasi, dan menambah pengetahuan”.
Berdasarkan
pendapat ahli tersebut di atas, maka penulis sangat sependapat bahwa menulis
itu mengungkapkan isi pikiran dalam bentuk tulisan, apakah di tulis dengan
pinsil,pulpen, atau diketik pada komputer dan lain sebagainya. Intinya
menyampaikan informasi atau pengetahuan dalam bentuk ragam tulis.
Pada zaman
sekarang ini, literasi mempunyai arti yang sangat kompleks. Literasi itu sangat
berkembang, disadari atau tidak, mau tidak mau namnya literasi dipengaruhi kemajuan
teknologi, berpikiran kritis serta tanggap terhadap kondisi sekitar tempat
tinggalnya. Untuk itu secara simpel, budaya literasi berkaitan dengan tulis dan
menulis yang merupakan modal pertamanya adalah banyak membaca. Karena tidak
mungkin pandai tulis menulis tanpa duluan sering membaca.
2. Solusi untuk menumbuhkankan
budaya literasi dengan 15 M
Berhasil
tidaknya satu program sangat tergantung kepada gerakan yang dibuat. Sebuah
gerakan memberikan semangat untuk mensukseskan kegiatan tersebut dengan
dukungan semua pihak yang terlibat. Tanpa dukungan semua pihak yang terlibat
akan mempengaruhi tujuan yang ditetapkan.
Menurut Tarigan
dalam buku edisi revisi (2007:103) “Untuk meningkatkan minat membaca ini, maka
perlu sekali kita berusaha: menyediakan waktu untuk membaca dan memilih bacaan
yang baik, ditinjau dari norma-norma kekritisan”.
Penulis
sangat sependapat dengan ahli tersebut, karena pada umumnya siswa mempunyai
alasan tidak cukup waktu untuk membaca. Sesungguhnya waktu itu cukup banyak, bisa
diatur seperti membaca di pagi hari 20 menit. Yang penting walaupun membaca
sebentar akan tetapi dilakukan setiap hari. Itu lebih baik daripada jarang
membaca, namun sekali membaca 3 jam.
Oleh sebab
itu, guru perlu memikirkan cara-cara yang lebih efektif untuk menghargai
individu, potensi belajar, dan yang lebih terpenting menguasai ketrampilan
literasi. Guru hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa mengalami suatu
keberhasilan dengan memberikan tugas yang lebih mudah atau tugas yang sesuai
dengan kemampuan siswa. Hal ini penting untuk memotivasi mereka mengembangkan
percaya diri, karena mereka butuh sikap positif untuk perkembangannya.
Jika siswa
diberi ruang untuk dapat menyalurkan keinginannya sendiri untuk belajar, mereka
akan lebih siap mengikuti literasi, sisi positifnya terhadap literasi
meningkat. Guru dapat mengidentifikasi kebutuhan pribadi untuk membaca dengan
berbagai cara.
Apabila guru
telah melihat hal tersebut, maka guru merancang untuk membantu siswa agar
termotivasi menerapkan literasi. Keputusan pembelajaran hendaknya mengarah
kepada peningkatan budaya literasi.
Ketrampilan
membaca untuk sangat penting, karena dengan kebiasaan membaca yang pada awalnya
dikerjakan karena diawasi guru, lama kelamaan dengan membaca membuat hati siswa
senang. Jika hati siswa sudah senang akan mempengaruhi untuk melanjutkan
membaca sepanjang hidupnya. Karena siswa itu seumpama kayu, jika pohon kayu
yang masih kecil akan mudah dibengkokkan, akan tetapi jika pohon kayu sudah
besar akan sulit dibengkokkan. Begitu juga dengan siswa sangat dibutuhkan guru
melakukan pendekatan meningkatkan budaya literasi ini.
Adapun cara
meningkatkan budaya literasi dengan Gerakan 15 M akan dikemukan sebagai berikut
seperti gambar di bawah ini:
Menumbuhkan Budaya Literasi dengan Gerakan 15 M
Gambar 1.
Memanfaatkan Pojok Bacaan
|
Gambar 2. Menciptakan Buku
|
Gambar 3. Membawa Koran/Majalah
|
Gambar 4.
Melaksanakan Kunjungan
|
Gambar 5.
Memprediksi lanjutan cerita
|
Gambar 6.
Membaca 15 Menit (awal pelajaran)
|
Gambar 7.
Membaca dan Meringkas
|
Gambar 8.
Membaca di bawah Pohon Kelapa Sawit
|
Gambar 9.
Mengadakan Lomba Karya Sastra
|
Gambar 10.
Membuat Kliping
|
Gambar 11.
Menugaskan Membaca Pengumuman
|
Gambar 12.
Membentuk Klub Belajar
|
Gambar 13.
Menugaskan Membaca
|
Gambar 14.
Memajangkan hasil tulisan siswa
|
Gambar 15.
Membacakan Puisi di
depan Kls 1-6
|
Untuk lebih
lanjut penerapan Budaya Literasi dibahas di bawah ini:
a. Memfasilitasi siswa memanfaatkan pojok bacaan
Menurut Poerwadarminta W.J.S. dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia diolah kembali oleh Pusat Bahasa Depdiknas Edisi Ketiga (2007: 902)
dinyatakan, “Pojok adalah Sudut;penjuru”. Sedangkan bacaan adalah hasil bacaan.
Berdasarkan kamus tersebut bahwa pojok bacaan yang dimaksud adalah guru bersama
siswa membuat pojok bacaan di ruang kelas VI. Pojok bacaan tersebut dihias
dengan seindah mungkin dan dilengkapi dengan buku-buku, kemudian membuat Jadwal
Piket petugas Pojok Bacaan. Adapun tugas piket Pojok Bacaan tersebut adalah
memantau teman-temannya ketika mengambil buku dan harus mengembalikan ke tempat
semula. Guru memastikan siswa memanfaatkan pojok bacaan tersebut dengan
pendampingan yang serius. (kegiatan ini dilaksanakan setiap siswa minimal 1 x
dalam satu minggu).
b. Menciptakan buku
Suatu kenyataan bahwa menciptakan buku sangat sulit untuk
guru terlebih-lebih sulit dilakukan siswa. Berdasarkan pengalaman penulis bahwa
siswa yang diarahkan guru, ternyata mampu menciptakan buku.
Guru menyediakan buku yang kosong dengan beberapa lembar
sudah berisi gambar kemudian siswa mengarang berdasarkan gambar tersebut, hal
tersebut melatih siswa mengarang dan menulis. Setelah diterapkan seperti di
atas maka hasilnya siswa berhasil membuat buku. Seperti ditunjukkan pada gambar
di bawah ini:(kegiatan dilaksanakan sekali dalam seminggu).
c. Membawa koran atau majalah bekas
Secara bergantian dalam seminggu sebanyak 5 siswa membawa koran
bekas atau majalah yang ada di rumahnya untuk di bawa ke sekolah, kemudian ke 5
siswa tersebut secara bergantian disuruh membaca koran atau majalah tersebut ke
depan kelas, sedangkan siswa lain menuliskan ringkasan di buku tulis
masing-masing. Begitu juga minggu berikutnya menugaskan 5 siswa membawa koran
bekas atau majalah. (kegiatan ini dilaksanakan setiap seminggu sekali)
d. Melaksanakan kunjungan
Melaksanakan kunjungan yang dimaksud adalah guru bersama
siswa membuat jadwal kunjungan ke perpustakaan sekolah. Di dalam perpustakan
siswa diarahkan memilih buku apa saja yang ingin dibacanya, akan tetapi
sebelumnya diinformasi kepada siswa, bahwa setelah selesai membaca buku, maka
siswa menuliskan judul buku yang ia baca, menuliskan nama pengarangnya, menuliskan
berapa lembar buku tersebut dan yang terpenting menuliskan ringkasan buku
tersebut yang pada gilirannya siswa diminta menceritakan ringkasan cerita
tersebut . Setelah siswa membaca , lalu siswa diminta memberikan tanggapan dan
guru meluruskan jawaban siswa (kegiatan ini dilaksanakan 1 x seminggu)
e. Memprediksi lanjutan cerita berdasarkan gambar
Menurut Rahim Farida, (2008: 49) bahwa, “Kegiatan yang
menarik yang dimaksud adalah siswa memprediksi dari petunjuk berdasarkan
gambar”. Penulis mengemukakan gambar
seperti salah satu contoh di bawah ini:
Guru menyuruh siswa memperhatikan gambar dengan seksama
terutama gambar 5 dan 6. Guru bisa menanyakan kepada siswa, apa yang terjadi
pada gambar 5?. Burung apakah yang terlihat pada gambar 5?. Kemudian guru menyuruh
siswa memperhatikan bagian anggota tubuh burung, misalnya kepalanya atau
kakinya mungkin juga ekornya. Selanjutnya guru menyuruh siswa memperhatikan
gambar 6 dan menanyakan kepada siswa apa sebebnarnya yang terjadi pada gambar
6?. (kegiatan ini dilakukan sekali dalam seminggu)
f. Menugaskan siswa untuk membaca 15 menit buku non paket
Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23
Tahun 2015 Tentang himbauan agar sekolah menerapkan mulai Tahun Ajaran
2015-2016 Ketika anak-anak sudah masuk kelas dan sebelum pelajaran pertama
dimulai, maka siswa ditugaskan membaca buku non paket selama kurang lebih 15
Menit. (Kegiatan ini sudah dilakukan setiap hari)
g. Menugaskan untuk membaca dan meringkas
Meringkas berasal dari
kata ringkar, Menurut pendapat
Poerwadarminta W.J.S. dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diolah kembali oleh
Pusat Bahasa Depdiknas Edisi Ketiga (2007: 981) bahwa,
“Ringkasan adalah keringkasan,ikhtisar singkatan (cerita dsb) atau kependekan”. Menurut pendapat
penulis sangat sependapat dengan ahli tersebut bahwa ringkasan atau meringkas
itu sesua dengan kata dasarnya ringkas. Ringkas atinya pendek, jadi meringkas
berarti memendekkan yang asli teksnya panjang. Setelah dilakukan meringkas,
akhirnya menjadi pendek.
Akan tetapi sangat penting diingat dalam meringkas ini harus memperhatikan
gagasan asli, jangan sampai tugas meringkas selesai, akan tetapi menghilangkan
gagasan pengarangnya. Hal ini tentu tidak boleh. Bahkan dalam meringkas ini
sebaiknya menuliskan dengan kalimat tunggal dan kalimat majemuk. (kegiatan ini
dilakukan minimal 1 buku
setiap bulan).
h. Membaca di bawah pohon Kelapa Sawit
Karena sekolah kami
dikelilingi kebun Kelapa Sawit, maka siswa diarahkan membaca di bawah pohon
Kelapa Sawit. Hasilnya sangat bagus, siswa merasa senang membaca disebabkan
udara yang sejuk sehingga membuat mereka nyaman membaca.
i. Mengadakan lomba baca karya sastra
Gerakan
yang dimaksud disini mengadakan lomba seperti: lomba cipta atau baca puisi, lomba
pementasan drama antar kelas maupun antar sesama kelas VI, dan lain-lain. Hal
ini sangat penting disebabkan pada umumnya siswa akan lebih rajin berlatih jika
akan diadakan perlombaan. Ketika mendengar perlombaan maka para siswa kelihatan
dari raut wajah mereka meras senang. Sehingga dengan adanya perlombaan seperti
menambah sprit untuk berlatih. (kegiatan ini dilaksanakan setiap akhir
semester)
j. Menugaskan siswa membuat kliping dari majalah dan surat
kabar.
Secara umum para siswa akan senang jika disuruh guru, karena
tidak dapat dipungkiri bahwa siswa SD sangat senang disuruh guru. Apabila guru
menugaskan siswa untuk membuat kliping dengan terlebih dahulu membentuk
kelompok. Kelompok tersebut berdasarkan rumah siswa yang satu dengan lainnya
saling berdekatan, maka siswa akan melaksanakan tugas tersebut. Hal ini sudah
sering penulis menugaskan siswa untuk membuat kliping. Kliping yang mereka
buat, dikoreksi guru dan ditunjukkan kepada teman-temannya. Tak lupa kliping
mereka disimpan pada Fortofolio masing-masing siswa. (Kegiatan ini dilakukan minimal
1 x dalam satu minggu)
k. Menugaskan siswa membaca dan meringkas pengumuman
Guru mengarahkan siswa pada bulan akhir bulan Juli membaca
pengumuman di Kantor Kepala Desa, akhir bulan Agustus membaca pengumuman di Puskesmas/Posyandu,
akhir bulan September membaca pengumuman di Loket Bus yang ada di desa Pekan
Tolan, akhir bulan Oktober membaca pengumuman di Mesjid sekitar tempat
tinggal,akhir bulan Nopember mewawncarai Kepala Dusun tentang nama-nama dusun
di Desa tempat tinggal siswa, dan akhir bulan Desember membaca pengumuman yang
ada di kantor Kepala SD dan membaca pengumuman yang ada di kantor SMP. Semua
kegiatan membaca di atas disertai tugas meringkas pengumuman tersebut. Kemudian
hasil dari membaca dan meringkas pengumuman tersebut dilaporkan siswa kepada
guru. (kegiatan ini dilaksanakan setiap akhir bulan)
l. Membentuk kelompok membaca siswa/klub buku.
Langkah membentuk klub buku ini adalah
dengan terlebih dahulu membentuk kelompok. Penentuan siapa-siapa satu kelompok
diserahkan kepada siswa untuk memilih kawannya satu kelompok. Guru hanya
mengingatkan agar siswa dalam memilih kawan satu kelompok itu harus
mempertimbangkan jarak rumah, tingkat kemauan kawannya dan tingkat kekompakan
kawan-kawannya.
Setelah dilaksanakan kelompok membaca/klub buku ini
mendapatkan hasil yang sangat menggembirakan. Hal ini dibuktikan dengan laporan
siswa kepada guru, disertai tanda tangan orang tua siswa yang menyatakan bahwa
anak mereka telak melaksanakan tugas membaca. (kegiatan membentuk kelompok pada
setiap tahun ajaran baru, dan pelaksanaan tugas kelompok berdasarkan tugas yang
berikan guru).
m. Menugaskan siswa untuk membaca buku pelajaran
Fakta yang terjadi sangat sedikit sekali siswa yang membaca
buku pelajaran di rumah, ada kesan pada siswa jika ada PR, maka mereka membuka
buku, akan tetapi jika tidak ada PR akan sulit siswa membaca buku pelajaran di
rumah. Hal ini dibuktikan dengan pertanyaan yang diajukan guru, “anak-anakku
yang bapak sayangi, siapakah diantara kalian yang tadi malam membaca puku
pelajaran di rumah?, silahkan angkat tangan!. Ternyata siswa yang angkat tangan
hanya 3 siswa dari jumlah siswa sebanyak 37. Akan tetapi ketika guru bertanya,
“silahkan angkat tangan, siapa yang menonton TV tadi malam?”. Siswa yang
mengangkat tangan sebanyak 30 siswa.
Setelah ditugaskan guru agar siswa membaca buku pelajaran di
rumah, dan yang dibaca sebanyak 2 halaman setiap bidang studi sesuai jadwal
pelajaran besoknya. Hasilnya sangat menggembirakan, yaitu sebanyak 25 siswa
telah membaca di rumah. (kegiatan ini dilakukan minimal sekalai dalam minggu).
n. Memajangkan hasil tulisan siswa di dalam kelas.
Hasil tulisan siswa seperti tugas meringkas bacaan,rumus
matematika,nama-nama negara di Asean,lukisan pahlawan,puisi ciptaan siswa,dan
lainnya. Semua itu dipajangkan pada dinding kelas. Hasilnya adalah para siswa
saling memuji hasil karya temannya.
Oleh karena itu memajangkan hasil tulisan siswa di kelas
sangat penting dilaksanakan. Siswa merasa dihargai hasil kerjanya, sehingga
mereka termotivasi untuk mengerjakan tugas berikutnya. (kegiatan ini dilakukan secara
periodik)
o. Menugaskan siswa membacakan hasil tulisannya
Gerakan M yang ke-15 ini dimulai dengan guru memberi tugas
kepada siswa untuk menuliskan seperti karangan dengan tema liburan, puisi
ciptaan siswa, hasil tulisan siswa Piagam Jakarta dan lain-lain.
Tugas tersebut di atas dikerjakan siswa di kelas dan adapula
yang dikerjakan di rumah. tugas tersebut bukan diberikan pada waktu yang
bersamaan, akan tetapi tugas itu diberikan pada hari yang berbeda sesuai dengan
jadwal pelajaran kelas VI. Tugas yang akan dibacakan itu sebelumnya diperiksa
guru dan jika guru menemukan hal-hal yang masih kurang, maka guru melengkapi
tugas tersebut.
Langkah terakhir
tibalah saatnya siswa membacakan 1 hasil tulisannya dihadapan kelas I-VI ketika
berbaris di halaman, yaitu pada saat sebelum semua siswa masuk ke kelas
masing-masing. Hasilnya sangat bagus, ternyata siswa semakin termotivasi
mengerjakan tugas menulis, disebabkan selama ini yang mendengarkan teman
sekelasnya. Sedangkan ini semua siswa di sekolah itu mendengarkan hasil
tulisannya. Hal tersebut menambah percaya diri dan motivasi yang berlipat
ganda.
D. Kesimpulan dan harapan
1. kesimpulan
Dengan
memperhatikan pembahasan terdahulu, maka penulis mengemukakan kesimpulan, yaitu
Gerakan 15 M dapat meningkatkan budaya literasi. Gerakan 15 M tersebut di
sajikan di bawah ini :
1.
Memfasilitasi siswa memanfaatkan pojok bacaan
2.
Menciptakan buku
3.
Membawa koran atau majalah bekas
4.
Melaksanakan kunjungan ke Perpustakaan
5.
Memprediksi melanjutkan cerita berdasarkan gambar
6.
Menugaskan siswa membaca 15 menit buku non paket
7.
Menugaskan untuk membaca dan meringkas
8.
Membaca di bawah Pohon Kelapa Sawit
9.
Mengadakan lomba baca karya sastra
10.
Menugaskan siswa membuat kliping dari majalah dan surat
kabar.
11.
Menugaskan siswa membaca pengumuman
12.
Membentuk kelompok membaca siswa/klub buku.
13.
Menugaskan siswa untuk membaca buku pelajaran
14.
Memajangkan hasil tulisan siswa di dalam kelas.
15.
Menugaskan beberapa siswa membacakan hasil tulisannya
Setelah Gerakan
15 M diterapkan di Kelas VI, maka budaya literasi meningkat drastis. Hal ini
terbukti dengan antusiasnya para siswa dengan banyaknya kegiatan literasi yang
dilakukan siswa.
2. Harapan
Dalam
menerapkan Gerakan 15 ini, ada kendala yaitu beberapa siswa mengalami kesulitan
meringkas, seringkali dalam meringkas itu jadi hilang gagasan isi tulisan
pengarang, apabila digunakan Gerakan 15 M pada pembelajaran, maka sangat
diperlukan pendampingan guru untuk meringkas.
Daftar Pustaka
Kasupardi
Endang dan Supriatna, (2010). Pengembangan
Ketrampilan menulis.Jakarta:Trans Mandiri Abadi
Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan. Nomor 23
Tahun 2015.
Tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Jakarta
Poerwadarminta
W.J.S.(2007). Kamus Umum Bahasa indonesia.Jakarta:Balai
Pustaka
Rahim
Farida, (2008). Pengajaran Membaca di
Sekolah Dasar. Bandung:Bumi Aksara
Tarigan, (2007). Membaca
sebagai suatu keterampilan berbahasa.
Bandung:
Angkasa
Tim Dosen Unimed, (2009).hal:85. Modul
Konsep Dasar IPS. Medan
Komentar
Posting Komentar